Halaman

Rabu, 17 Oktober 2012

Fisiologi Pernapasan & Pusat Respirasi



KONTROL PERNAFASAN

Kontrol saraf atas pernapasan melibatkan tiga komponen terpisah :
  1. Komponen yang bertanggung jawab untuk menghasilkan irama inspirasi atau ekspirasi berganti-ganti,
  2. Komponen yang mengatur kekuatan ventilasi (yaitu, kecepatan dan kedalaman bernapas) agar sesuai dengan kebutuhan tubuh,
  3. Komponen yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk memenuhi tujuan lain.
  • Modifikasi volunter : kontrol bernapas saat berbicara
  • Modifikasi involunter : saat batuk atau bersin.

Dalam kondisi laju respirasi yang tidak seimbang, tubuh akan berusaha mengembalikan kondisi tersebut dengan mekanisme homeostasis tubuh yang khas. Mekanisme homeostasis yang terjadi meliputi :

1. Perubahan aliran darah dan pemasukan oksigen pada level lokal
Mekanisme ini merupakan mekanisme pengaturan aliran darah dan aliran udara, sebagai respon atas tekanan parsial gas CO2 dan O2. Pengaturan aliran darah erat kaitannya dengan tekanan parsial O2. Bila PO2 rendah, maka pembuluh kapiler alveolar akan mengalami vasokonstriksi. Sedangkan bila PO2 tinggi, pembuluh kapiler alveolar akan berdilatasi, sehingga banyak O2 yang diabsorpsi oleh darah.
Mekanisme pengaturan aliran udara diatur oleh aktivitas otot polos bronkiolus. Otot polos yang terdapat pada dinding bronkiolus sangat sensitif terhadap tekanan parsial CO2 di udara. Kadar CO2 yang tidak sesuai akan “dikenali” oleh otot polos ini, lalu memberikan respon berupa bronkokonstriksi atau bronkodilatasi. Bila PCO2 rendah, maka bronkiolus akan berkonstriksi. Sedangkan bila PCO2 tinggi, akan terjadi bronkodilatasi.
Kedua mekanisme yang terjadi merupakan suatu reaksi otomatis yang dilakukan tubuh, tanpa pengaruh dari sistem saraf pusat maupun perifer.

2. Perubahan laju respirasi di bawah kontrol pusat respirasi otak
Kontrol respirasi diatur oleh komponen involunter dan volunter. Pusat involunter di otak mengatur kerja otot respirasi dan ventilasi pulmoner. Sedangkan pusat volunter mengatur output respirasi melalui kontrol pusat pernapasan di medula oblongata atau pons, dan neuron motorik pada sumsum tulang belakang yang mengatur otot respirasi. Motor neuron pada sumsum tulang belakang ini berperan dalam proses refleks respirasi, namun dapat juga diatur secara volunter melalui jalur kortikospinal.

KONTROL PUSAT RESPIRASI


Pusat respirasi merupakan sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral di dalam substansia retikularis medula oblongata dan pons. Pusat respirasi dibagi menjadi DRG (Dorsal Respiratory Group) dan VRG (Ventral Respiratory Group).
  • DRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot eksternal interkostal dan otot diafragma. DRG ini berfungsi pada seluruh proses respirasi normal.
  • VRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot respirasi aksesori, yang berfungsi saat bernapas dengan kuat, yaitu saat inhalasi maksimal dan ekshalasi aktif.
Kelompok dorsal terutama terdiri atas neuron inspirasi yang serat desendensnya berakhir pada motor neuron di medula yang mempersarafi otot-otot inspirasi. Secara periodik, neuron ini akan melepas impuls dengan frekuensi 12-15/menit. Sebagian serat saraf dari dorsal akan berjalan ke kelompok ventral. Kelompok ventral terdiri neuron inspirasi dan neuron ekspirasi yang keduanya tidak aktif selama pernapasan tenang. Apabila kebutuhan ventilasi meningkat, neuron I pada kelompok ventral diaktifkan melalui rangsang dari kelompok dorsal. Impuls melalui serat saraf yang keluar dari neuron I kelompok ventral akan merangsang motor neuron yang mempersarafi otot-otot inspirasi tambahan melalui n. IX dan n. X. Demikian pula neuron E akan dirangsang untuk mengeluarkan impuls yang akan menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi, sehingga terjadi ekspirasi aktif.
Terdapat pula suatu mekanisme feedback negatif antara neuron I kelompok dorsal dan neuron E kelompok ventral. Impuls dari I-DRG, selain merangsang motor neuron otot inspirasi, juga akan merangsang neuron E-VRG. Neuron E-VRG sebaliknya akan mengeluarkan impuls yang menghambat neuron I-DRG. Dengan demikian, neuron I-DRG akan menghentikan aktivitasnya sendiri melalui penglepasan rangsang inhibisi.

Selama respirasi normal :
  • meningkatnya aktivitas DRG selama periode 2 detik, sehingga menstimulasi otot-otot inspirasi, lalu terjadilah proses inhalasi. Setelah 2 detik, DRG berubah menjadi inaktif, lalu dibutuhkan waktu 3 detik untuk “quite” dan memungkinkan otot-otot inspirasi berelaksasi. Maka terjadilah ekshalasi normal (pasif).
Selama bernapas dengan kuat :
- meningkatnya aktivitas DRG, yang menstimulasi aktivasi VRG pada otot-otot inspirasi
- di akhir inhalasi, otot-otot ekspiratori menstimulasi otot aksesori sehingga mampu melakukan ekshalasi aktif

APNEUSTIK dan PNEUMOTAXIC CENTERS
Apneustik dan pneumotaxic center merupakan sepasang nuceli yang mempengaruhi output respirasi. Keduanya merupakan pusat respirasi di pons yang memproduksi inspirasi-ekspirasi normal dan halus. Pusat pneumotaxic berfungsi membatasi lama inspirasi dan meningkatkan laju respirasi, dengan menginhibisi apneustik neuron dan membantu proses ekshalasi normal atau kuat.Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang menghambat neuron I, membatasi durasi inspirasi. Sebaliknya, pusat apneustik mencegah penghambatan neuron I dan memberikan kekuatan ekstra untuk inspirasi, dihambat oleh impuls aferen melalui n. vagus.
Pada sistem ini, pusat pneumotaksik mendominasi, membantu menghentikan inspirasi dan memberikan kesempatan ekspirasi. Bila pengaruh pusat pneumotaksik dan n. vagus dihilangkan, pengaruh tonik pusat apneustik terhadap pusat respirasi menjadi dominan, sehingga terjadi apneusis (henti napas pada fase inspirasi). Sedangkan apabila pengaruh hambatan n. vagus masih ada, terjadi irama pernapasan yang lebih lambat dan dalamSelama pernapasan normal, stimulasi dari pusat apneustik membantu peningkatan intensitas inhalasi sampai 2 sekon.Sedangkan pada pernapasan kuat, pusat apneustik dapat merespon input sensori dari nervus vagus sehingga meningkatkan laju respirasi.

Catatan Kesehatan Elektronik (Electronic Helath Record System)


    Catatan kesehatan elektronik (EHRs) adalah catatan elektronik yang berisi informasi kesehatan klien dan memiliki kemampuan untuk menampilkan informasi kesehatan klien secara lengkap dan akurat. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih menggunakan sistem pendokumentasian dengan melakukan pencatatan pada format kertas yang tersedia (paper based), sementara baru beberapa rumah sakit yang sudah mulai mengembangkan sistem pendokumentasian keperawatan dengan dukungan teknologi informasi berbasis sistem komputer (electronic based). Penerapan EHRs pada area perawatan kesehatan anak dengan mengembangkan Pediatric Growth Chart ke dalam Electronic Helath Record System (EHRs) dan direkomendasikan untuk mengidentifikasi, mencegah dan mengelola anak – anak dengan masalah kegemukan. EHRs ini membantu perawat anak untuk memantau pertumbuhan seorang anak dengan meminimalkan kesalahan, mengurangi waktu yang diperlukan dalam mengisi bagan secara manual, dan mengurangi penggunaan format kertas (paper based). Perlu dikembangkan pendokumentasian keperawatan secara elektronik dalam memantau perkembangan anak sesuai tingkatan usia berdasarkan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) di Indonesia.


1. Latar Belakang.
    Pendokumentasian catatan kesehatan klien merupakan salah satu aspek terpenting dari pemberian perawatan kesehatan di area pelayanan kesehatan. Salah satu area pelayanan kesehatan yang memerlukan pendokumentasian yang akurat adalah pelayanan keperawatan. Dokumentasi keperawatan adalah bukti bahwa tanggung jawab hukum & etik perawat terhadap klien sudah dipenuhi dan bahwa klien telah menerima asuhan keperawatan yang bermutu (L. Poissant, 2005).
Perkembangan teknologi informasi dan teknologi kesehatan serta tingginya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas menuntut adanya pemanfaatan terhadap kemajuan teknologi antara lain dikembangkannya sistempendokumentasian kesehatan berbasis teknologi informasi. Catatan kesehatan elektronik atau electronic health record system (EHRs) telah diadopsi penyedia layanan kesehatan tak terkecuali penyedia perawatan kesehatan kepada anak-anak.
Keperawatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan juga dituntut untuk tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi electronic health record system (EHRs) ke dalam dunia keperawatan di luar negeri sangat berkembang pesat dibandingkan dengan Indonesia. Sistem pendokumentasian asuhan keperawatan di Indonesia saat ini masih bervariasi. Sebagian besar rumah sakit masih menggunakan sistem pendokumentasian dengan melakukan pencatatan pada format kertas yang tersedia (paper based), sementara baru beberapa rumah sakit yang sudah mulai mengembangkan sistem pendokumentasian keperawatan dengan dukungan teknologi informasi berbasis sistem komputer (electronic based).
Catatan kesehatan elektronik (EHRs) adalah catatan elektronik longitudinal yang berisi informasi kesehatan klien berupa data demografi klien, catatan kemajuan perawatan, obat, tanda vital, riwayat medis masa lalu, imunisasi, data laboratorium, dan laporan radiologi (NCRR, 2006). EHRs memiliki kemampuan untuk menampilkan informasi kesehatan klien secara lengkap dan akurat (Samaan, 2009). Penerapan EHRs bukan hanya pada perawatan klien dewasa tapi telah berkembang juga di area perawatan anak/ pediatric nursing care. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat analisis perkembangan teknologi informasi di ruang perawatan anak dengan memanfaatkan teknologi informasi catatan kesehatan elektronik (EHRs) yang sangat memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia.




2. Kajian Literatur.
    Catatan kesehatan elektronik (EHRs) merupakan pemanfaatan dan pengembangan teknologi jaringan komunikasi dan sistem informasi secara cepat, tepat dan memiliki akurasi yang tinggi dalam menyajikan data dan informasi yang dibutuhkan perawat untuk membantu dalam pengkajian data kesehatan dan pendokumentasian dari data tersebut sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan (Esther, 2011). Keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang professional dan mengedepankan perkembangan teknologi kesehatan.
Kemajuan dalam dokumentasi perawatan kesehatan dimulai sejak adanya pengembangan catatan kesehatan elektronik/ Electronic Medical Record System ( EMRs) yang diprakarsai oleh tim yang terdiri dari multidisplin ilmu yaitu dokter, perawat, administrator rumah sakit lainnya pada tahun 2001 - 2004. Sejalan dengan perkembangan EHRs, penyedia layanan kesehatan mulai mengadopsi dalam berbagai layanan kesehatan kepada masyarakat, salah satunya pada area perawatan kesehatan anak dengan mengembangkan Pediatric Growth Chart ke dalam Electronic Helath Record System (EHRs). Selain dapat memantau pertumbuhan seorang anak, pengembangan EMRs direkomendasikan juga untuk mengidentifikasi, mencegah dan mengelola anak – anak dengan masalah kegemukan (Rattay, 2009).
Pemantuan pertumbuhan berbasis komputerisasi dikembangkan dengan adanya penerapan Pediatric Growth Chart ke dalam Electronic Helath Record System ( EHRs) (Rosenbloom, S. Trent, et al, 2006). Grafik pertumbuhan anak dikembangkan dengan menggunakan referensi parameter dan nilai Z-skor untuk berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala berdasarkan National Center for Health Statistik (NCHS) (Kuczmarski RJ, 2000). Berdasarkan usia pasien, EHRs menampilkan grafik pertumbuhan yang sesuai contohnya grafik untuk 0 – 36 bulan untuk pasien dengan range usia 0 – 36 bulan dan grafik 2 – 20 tahun untuk pasien yang berusia lebih dari 3 tahun. Grafik akan menirukan pewarnaan skema sesuai standar yaitu warna pink untuk anak perempuan dan biru untuk anak laki-laki.
Penerapan grafik pertumbuhan anak ke dalam pendokumentasian kesehatan elektronik yang bertujuan untuk meningkatkan kejelasan dan keakuratan informasi klien anak
dalam hal penilaian pertumbuhan yang dapat diakses melalui komputer baik oleh tenaga kesehatan maupun keluarga pasien. EHRs ini membantu perawat anak untuk memantau pertumbuhan seorang anak dengan meminimalkan kesalahan, mengurangi waktu yang diperlukan dalam mengisi bagan secara manual, dan mengurangi penggunaan format kertas (paper based) (Green, 2008). Menurut Menke, 2001 dengan pemanfaatan EHRs data klien lebih lengkap, mudah di baca dan di akses, data lebih akurat. Selain itu juga mengurangi penggunaan sumber daya manusia untuk mengaudit data dan menghemat waktu. Grafik pertumbuhan ini dapat dicetak oleh orang tua, penyedia layanan kesehatan (Redmond, 2010). Gambar 2. Contoh grafik pertumbuhan yang dikembangkan dalam EHRs.
Adapun komponen yang terlibat dalam sistem catatan elektronik kesehatan (EHRs) yang telah dikembangkan oleh NCRR, 2006 yaitu administrator rumah sakit, keperawatan, laboratorium, dokter, radiologi dan farmasi yang merupakan satu sistem dalam pengorganisasian data klien.
Keuntungan penggunaan catatan medis elektronik/ EHRs di ruang perawatan anak adalah
1. Pencatatan data berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala di catat kedalam komputerisasi dan data tersebut dapat di recall
2. Pencatatan data lebih lengkap, akurat, mudah di akses oleh tenaga kesehatan maupun orang tua untuk memantau pertumbuhan anak
3. Semua staf rumah sakit, dokter, perawat dapat dengan mudah memilih jadwal untuk pasien dan dan kemudian mendokumentasikan tanda vital, pengukuran antroprometri, medikasi dan alergi serta semua informasi kedalam sistem electronic heath record.
4. Pemantauan pertumbuhan tidak lagi menggunakan kertas yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam entri data serta menghemat waktu.
5. Pemantuan grafik pertumbuhan anak secara elektronik dapat meningkatkan presisi dan akurasi data serta cepat dalam menentukan BMI, hitung presentil dan standar deviasi
6. Data hasil pengukuran pertumbuhan ditampilkan dengan grafik sesuai standar NCHS yang diadaptasi oleh seluruh penyedia layanan perawatan anak.


3. Kesimpulan dan rekomendasi

3.1 Kesimpulan
    Penggunaan teknologi informasi dalam pendokumentasian keperawatan merupakan cara baru untuk merekam, memberikan dan menerima informasi pasien yang lebih akurat. Pengembangan EHRs pada saat ini terutama dalam pemantuan pertumbuhan anak sangat membantu kinerja petugas kesehatan dengan member kemudahan dalam mendata pasien secara cepat dan tepat. Namun dibalik kemudahan dalam mengakses data, dalam pengoperasiannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk menyediakan fasilitas yang mendukung seperti komputer, jaringan internet dengan sistem keamanan yang baik.

3.2 Rekomendasi
    Perlu dikembangkan pendokumentasian keperawatan secara elektronik dalam memantau perkembangan anak sesuai tingkatan usia berdasarkan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) di Indonesia untuk memudahkan tenaga kesehatan atau orangtua dalam memantau perkembangan anak .